SEMANGAT FASTABIQUL KHAIRAT

MUTIARA JUMAT, Oleh : HM. Syukron Maksum, Khadim Pondok Pesantren Al-Ishlah Kuala Jambi


Kamis, 23 Maret 2017 | 20:24:57 WIB



HM. Syukron Maksum
HM. Syukron Maksum DOK/NT

Advertisement


Advertisement

eNewsTimE.co - Fastabiqul Khairat yakni berlomba-lomba dalam kebaikan demi meraih ridha Allah SWT adalah model orang-orang yang terpilih. Dalam surah Al-Fatir ayat 32, Allah menggambarkan tipe manusia dalam tiga jenis:
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.”

Jenis pertama adalah mereka yang zalim. Keburukan mereka lebih banyak daripada kebaikan yang mereka ukir. Mereka menghabiskan usia pada perkara-perkara yang Allah tidak ridai.
Jenis yang kedua adalah mereka yang pertengahan. Dalam artian, di satu waktu mereka melakukan keburukan tetapi di waktu lain merekapun melakukan kebaikan. Merekalah orang yang ibadahnya jalan, keburukannya pun jalan.
Dan jenis yang ketiga adalah mereka yang selalu membangun budaya Fastabiqul Khairat, berlomba-lomba dalam ketaatan. Inilah karakteristik dari sahabat Rasulullah SAW. Karena budaya Fastabiqul Khairat inilah para sahabat Nabi pantas dikatakan Khairu Ummah atau generasi yang terbaik. Mereka tidak pernah melewatkan momentum untuk menjalankan ketaatan kepada Allah.
Memang menjadi pribadi Fastabiqul Khairat, yang gemar berlomba dalam kebaikan, bukanlah perkara yang mudah. Butuh keseriusan untuk menjaga semangat dan berkomitmen dalam kebaikan. Inilah lima resep yang bisa menjadi solusi untuk mempertahankan semangat dalam berbuat baik.
Pertama, niat yang ikhlas. Ikhlas adalah beribadah atau beramal shaleh untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena Allah. Kebalikan dari ikhlas adalah riya’ dan sum’ah, yakni beribadah karena ingin dinilai sebagai orang baik oleh manusia.
Ikhlas dengan indah digambarkan dalam doa iftitah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku lillahi Rabbil Alamiin.” Jadi, ikhlas adalah melakukan segala hal lillah. Apa artinya lillah? ada tiga makna lillah: karena Allah, untuk Allah dan kepunyaan Allah.
Jika kita sudah bisa ikhlas dalam beramal, pastilah beramal itu akan menjadi hal yang menyenangkan. Maka semangat Fastabiqul Khairat akan senantiasa berkobar dalam jiwa kita.
Kedua, resep untuk bersemangat dalam beramal shaleh adalah cinta kebaikan dan cinta kepada orang baik. Hal ini juga ada hubungannya dengan keikhlasan, yakni beramal semata karena Allah. Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik, maka kita menjadi cinta kebaikan sekaligus suka dengan orang yang gemar berbuat baik. Inilah penegasan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 195:“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Ketiga, merasa beruntung jika melakukannya. Sikap ini hadir karena kita percaya dan yakin kepada Allah. Jika iman sudah merasuk dalam jiwa, maka kita akan merasa beruntung jika terus melakukan perbuatan baik demi untuk menggapai ridha-Nya. Jika perasaan demikian sudah muncul, maka semangat untuk berlomba dalam kebaikan akan senantiasa berkobar tak pernah padam.
Dalam Surat Ali Imran ayat 85 Allah SWT berfirman:“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.”

Keempat, meneladani generasi yang beramal baik. Era Rasulullah dan para sahabat adalah era “khairu ummah”, umat terbaik. Maka kita perlu belajar dan meneladani mereka. Rasulullah SAW dan para sahabat senantiasa bersemangat dan berjuang tanpa henti untuk menebar kebaikan pada semua orang, baik kepada orang mukmin maupun kafir. Hal ini harus kita teladani, mudah-mudahan menjadi jalan agar kita kelak dikumpulkan di surga bersama mereka.
Kelima, memahami ilmu tentang kebaikan. Sayyidina Ali kw pernah berkata, “Tubuh kita ini selalu melewati enam keadaan, yakni sehat, sakit, mati, hidup, tidur dan bangun. Begitu pula ruh. Hidupnya hati adalah berkat bertambahnya ilmu, dan matinya akibat tidak adanya ilmu. Sehatnya hati adalah berkat keyakinan, dan sakitnya hati karena keragu-raguan. Tidurnya hati adalah akibat kelalaian, dan bangunnya hati karena zikir yang dilakukan.”
Maka ilmu sangatlah penting untuk selalu membuat hati kita hidup. Ilmu apa saja perlu dipelajari agar kita tidak terjerumus ke dalam kehinaan. Maka mempelajari ilmu wajib bagi kita. Jika ilmu tentang kebaikan sudah kita genggam, maka semangat melakukan kebaikan akan terus tumbuh dalam jiwa kita. Sebab dalamnya ilmu itu menjadi bekal untuk beramal demi kebahagiaan di dunia dan akhirnya.
Semoga Allah meridhai setiap langkah kita untuk mendekati-Nya. Semoga semangat berlomba dalam kebaikan terus berkobar dalam jiwa kita, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat. Aamiin.

 


Penulis: HM. Syukron Maksum
Editor: BENI MURDANI
Sumber: eNewsTimE.co

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement