Berkaca Dari Tragedi Tolikara

Oleh: Slamet Setya Budi


Minggu, 05 Februari 2017 | 16:13:00 WIB



Slamet Setya Budi
Slamet Setya Budi JAMBIUPDATE.COM

Advertisement


Advertisement

KABUPATEN Tolikara yang terletak di Provinsi Papua sesaat meledak menjadi buah bibir dan menyita perhatian masyarakat di Indonesia bahkan Dunia. Sesaat predikat Indonesia yang dikenal dimata dunia atas Kerukunan Umat Beragamanya mulai luntur akibat konflik antara Agama Minoritas dan Agama Mayoritas di Kabupaten Tolikara. 17 Juli 2015 menjadi tragedi yang menyayat hati Umat Islam, dimana Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia walaupun menjadi minoritas di Tolikara. Berbondong - bondong media menyorot tragedi ini walaupun kadang kala berita yang disampaikan masih simpang siur. Mendengar kejadian tersebut JK notabene Wapres RI menyataan konflik tersebut diakibatkan oleh Pengeras Suara. Orang nomor dua di Indonesia ini dianggap melakukan pernyataan yang tidak sesuai dengan realita.

Pernyataan dari Pak JK mendapat bantahan dari berbagai pihak setelah beredar Surat dari GIDI (Gereja Injil Di Indonesia) wilayah Tolikara tertanggal 11 Juli 2015 lengkap dengan kop surat, stempel, serta tandatangan Ketua dan Sekretarisnya di Dunia Maya. Surat tersebut disampaikan juga kepada Bupati Tolikara, Ketua DPRD, Kepolisian Resor Tolikara, Komando Rayon Militer TNI. Adapun isi dari Surat tersebut Pemberitahuan bahwa mereka mengadakan seminar dan KKR Pemuda GIDI yg (menurutnya) tingkat Internasional, Pelarangan kegiatan hari raya Idul Fitri (takbir dan shalat Ied) di seluruh wilayah Kab. Tolikara, Jika umat Islam tetap ingin merayakan hari raya Idul Fitri, hendaklah merayakannya di luar Kab. Tolikara, Pelarangan penggunaan jilbab, Bahwa GIDI melarang pendirian tempat ibadah selain mereka, termasuk aliran Kristen yg lain (Katholik dan Protestan lainnya).

Surat tersebut dituding menjadi penyebab adanya Konflik di Tolikara. Namun adanya pernyataan mengenai Kelalaian aparat menjadi tambahnya kisruh di Tolikara. Konflik ini seharusnya dapat diantisipasi jika sosialisasi dan toleransi terus dijalankan. Konflik ini meluas dan saling menyalahkan bahkan BIN (Badan Intelijen Negara) dituding menjadi garda terdepan dalam kelalaian mengantisipasi Konflik di Tolikara. Umat muslim di Indonesia sudah terlanjur tersayat hatinya dan mengecam kejadian tersebut. Walaupun di akhir paragraf tercantum larangan kepada umat beragama lainnya namun meletusnya konflik dengan Umat Muslim membuat konflik ini membesar. Dikhawatirkan kejadian ini akan menjadi konflik antar umat beragama yang meluas di seluruh Indonesia ataupun dimanfaatkan sebagai ajang politik. Untuk itu umat Islam seluruh Indonesia ataupun yang menjadi korban perlu adanya Intropeksi dan belajar dari masalah ini.

Islam Toleransi Tersayatnya hati umat muslim dikarenakan kecintaan terhadap agama mereka. Karena rasa cinta itulah yang menyebabkan kita merasa sakit hati, tersulut emosi, dikhawatirkan menjadi tidak adil. Ditambah lagi, pemberitaan yang belum lengkap yang terus dikonsumsi tanpa melihat hasil nantinya menyebabkan rumitnya permasalahan ini. Emosi karena kebencian yang terus disuarakan ditakutkan akan menyulutkan api - api kecil yang akan membesar di seluruh penjuru negeri. Bahkan dikhawatirkan memunculkan statemen yang mengatakan dan menghujat agama lain berasal dari kaum yang dibenci Allah. Sebagai umat muslim janganlah kita hanya memandang dari satu arah seperti mengharamkan toleransi sehingga kita memeranginya hanya karena ada ayat yang berbunyi " Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka " (QS Al – Baqarah :120). Kebencian timbul biasanya disebabkan karena  ketidakadilan baik oleh umat lain, pemerintah, LSM, pemberitaan, dll. Sehingga kadangkala kita menuntut hal tersebut bahkan berlaku tidak adil juga bahkan sampai melarangnya padahal ada ayat yang menyatakan "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil-lah! karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (QS Al - Maidah :8). Kita sebagai umat muslim juga harus belajar memahami umat minoritas lainnya. Mungkin kadangkala
mereka juga merasakan kepenaan yang sama. Untuk itu, kehidupan beragama perlu adanya toleransi, belajar merasa, dan berlaku adil terhadap sesama maupun umat lainnya. Memahami bahwa arti adil mendekati dengan Takwa maka Janji Allah bagi umatnya adalah “Kalau seandainya penduduk-penduduk negeri tersebut mau beriman dan bertaqwa kepada Allah maka pasti Kami akan bukakan untuk mereka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi” (QS. Al - Araf : 96). Umat muslim harus kembali memahami dan menerapkan syariat Islam Kaffah seperti Rasulullah dan para sahabat beliau menerapkanya Dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jangan hanya karena tragedi Tolikara kita menjadi buta mata dan melakukan Jihad dan Perang terhadap umat lain. Jika kita menuruti ego masing - masing maka setiap ada Agama atau Kaum yang merasa terganggu maka akan melakukan hal yang sama akibat tidak adanya keadilan. Karena Al - Quran memang telah memerintahkan Amar Makruf Nahi Mungkar. Sesuai dengan perintah tersebut juga menerangkan jalannya. Jika terjadi hal yang tidak baik maka bantahlah dengan jalan yang baik
seperti yang diterangkan dalam QS. An - Nahl : 125 " Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang baik ". Untuk itu petiklah pelajaran berharga dalam menyikapi Tragedi di Tolikara dan mulailah ciptakan Toleransi antar umat beragama. Perang terbesar adalah melawan diri sendiri Jihad utama adalah melawan amarah. Islam yang dicintai Allah adalah "Al-Hanifiyyah As-Samhah - Islam Yang Toleran". Sehingga kita harus saling kenal mengenal, memahami, serta memiliki sifat toleransi terhadap suku - suku dan bangsa - bangsa.

Slamet Setya Budi, Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Muara Bungo


Sumber: JAMBIUPDATE.COM

Tagar:


Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement