HBA (dan) Atau Zola?



Minggu, 05 Februari 2017 | 15:51:33 WIB



Zumi Zola - Hasan Basri Agus
Zumi Zola - Hasan Basri Agus JAMBIINDEPENDENT.COM

Advertisement


Advertisement

DARI dua juta lebih penduduk provinsi Jambi, hanya dua orang yang kini benar-benar tegas menyatakan maju pada pemilihan gubernur (Pilgub) Desember 2015 nanti. Sudah tahu semua kan? Jelas tahu dong. Hasan Basri Agus (HBA) dan Zumi Zola (Zola). Siapa lagi kalau bukan mereka.

HBA sudah didukung penuh oleh partainya (Demokrat), dan Zola juga begitu (PAN). PKS telah menyatakan dukungan ke HBA, Zola tak mau ketinggalan, PKB digandengnya. Walau partai-partai lain belum menyatakan sikap resmi, tapi, sepertinya kita sudah bisa menebak akhir dari babak dukung mendukung ini.

Apalagi kalau bukan, hanya dua orang ini yang bakal “bertempur” pada pilgub nanti. Sekali lagi, hanya dua orang ini. Kalimat ini sengaja saya ulang karena, ini kalimat kunci pada opini yang tak sengaja saya tulis kali ini.

Tanda-tandanya semakin terang benderang. Tim sukses yang terbentuk, melulu dari dua tokoh ini. Kalau tidak HBA, ya, Zola. Semua merata ada di tiap kabupaten dalam Provinsi Jambi.

HBA merepresentasikan tokoh dari Jambi wilayah barat, sedang Zola dari Jambi wilayah timur. Dua-duanya kuat dan mumpuni.

Menurut pandangan pribadi, HBA tokoh yang bersahaja, berpengalaman dan berprestasi (sesuai slogannya), sedang Zola, tokoh muda yang kharismatik dan tampan (slogannya juga). Dua-duanya sama-sama keren dengan kapasitas pribadi masing-masing. Kepopuleran HBA lewat kiprahnya sebagai birokrat sejati, sedang Zola dari keartisan dan jejak sang ayah.

Lihat, betapa hebatnya dua tokoh yang kita miliki ini. Rasanya, tidak ada salahnya pada diri keduanya, sangat pas kalau memimpin Jambi. Cuma, ini dia masalahnya, kenapa kita harus terbelah kalau bisa bersatu di dalam belanga demokrasi yang damai?

Sejak Desember 2014 sampai tulisan ini -tak sengaja berhasil- ditayangkan, suara-suara di “bawah” jauh lebih merdu ketimbang suara-suara yang berkumandang di “atas”. Maksudnya?

Begini. Karena berprofesi sebagai jurnalis, saya bisa bersentuhan langsung ke tim sukses HBA maupun Zola –yang mewakili suara-suara dari atas-. Cerita tim sukses, tentu saja, menjagokan sosok yang ia dukung. Tidak ada yang salah dari ini. Wajar saja, kan tim sukses. Lucu kalau tim sukses HBA malah menggadang-gadangkan Zola, atau tim Zola mengelu-elukan HBA.

Dari tim sukses, tidak banyak suara indah yang bisa saya dapat. Tapi dari masyarakat awam atau suara dari bawah, yang notabene aset terbesar sebuah pesta demokrasi, bernada lain.

Banyak dari masyarakat yang saya temui, malah menginginkan keduanya bergabung, bergandengan tangan, menyatu padu dan maju secara bersamaan. Rata-rata suara di bawah menginginkan HBA menggandeng Zola. Maksudnya?

Sebelum dilanjut, mohon tim Zola jangan salah tanggap dulu, begitu juga tim HBA, biarkan saya jelaskan analogi pemikiran masyarakat Jambi yang penulis temui.

Jadi begini. Rata-rata, masyarakat menilai HBA jauh lebih berpengalaman dibanding Zola pada wilayah birokrasi. Dan Zola, dinilai punya kharisma tinggi dan peluang besar untuk menjadi pemimpin Jambi pada masa 5 tahun mendatang.

Makanya -seperti saya bilang tadi, ini suara masyarakat yang saya tulis dalam opini pribadi-, misalkan HBA-Zola menyatu, lalu duduk menjadi Gubernur-Wakil Gubernur Jambi periode 2016-2021, otomatis lima tahun mendatang, masa bakti HBA habis, sudah dua periode. Ia tidak bisa lagi maju pada Pilgub berikut. Otomatis pula, Zola yang bakal maju.

Nah, ketika ini, sosok Zola sudah benar-benar bisa diperhitungkan. Ia menjadi tokoh yang matang dan berpengalaman, juga dikenal luas oleh masyarakat sebagai wakil gubernur. Di tahun 2021, rasanya tidak akan ada lagi lawan tanding yang sepadan bagi Zola untuk menduduki kursi Gubernur Jambi. Siapapun pasangannya, siapapun lawannya, Zola akan melenggang kangkung menuju BH 1.

Pemikiran seperti ini sudah merata di tengah masyarakat. Saya juga tidak tahu kenapa ini bisa timbul di pikiran masyarakat. Apakah karena mereka sudah lelah terpecah belah akibat dampak negatif demokrasi? Atau karena sayang dengan kedua tokoh Jambi ini, sehingga tak mau memisahkan mereka berdua? Atau karena apa? Mungkin butuh penelitian mendalam soal ini. Yang, tentunya itu bukan tugas saya. Saya kan sebatas menulis.

Masalahnya, mungkinkah ini bisa terjadi? HBA-Zola pada Pilgub Desember nanti. Entahlah.

Tapi kalau hanya dua orang dari dua juta lebih penduduk Jambi ini yang berani maju sebagai calon gubernur, kenapa tidak? Daripada menyia-nyiakan salah satu tokoh ini karena kalah, kan lebih baik membiarkan kedua-duanya menang dan memimpin Jambi lima tahun ke depan. Kata Gus Dur, gitu aja kok repot.

Pertanyaan yang lain, sudikah para tim sukses menyatukan kedua orang hebat yang dimiliki Jambi ini untuk bergandengan tangan? Atau, jangan-jangan oknum-oknum tim sukses takut keduanya bersatu karena takut bakal kehilangan kerjaan –semoga ini pemikiran yang salah-?

Lantas, bagaimana dengan saingan-saingan Zola, yang sekarang sedang mengintai kursi BH 1 tahun 2021? Sudikah mereka merelakan Zola mendapat peluang besar seperti itu? Maukah mereka legowo lalu mempersilakan Zola melenggang kangkung lima tahun ke depan, tanpa bisa melawan lagi?

Jadi, siapa yang harus kita pilih Desember nanti? HBA (dan) atau Zola? Lagi-lagi, entahlah.

Mari kita lihat saja perkembangan politik selanjutnya. Karena politik, sedetik saja bisa berubah.

(*/rtn)


Sumber: JAMBIINDEPENDENT.COM

Tagar:


Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement