Mbah Sigit Antisipasi Konflik di Tanjab Timur

Rakor Penanganan Konflik


Rabu, 08 Maret 2017 | 16:51:21 WIB



Sigit Eko Yuwono Kabid Penanganan Konflik Kesbangpol Provinsi
Sigit Eko Yuwono Kabid Penanganan Konflik Kesbangpol Provinsi

Advertisement


Advertisement

MUARA SABAK-eNewsTimE.co-Tim penanganan antisipasi konflik Kesbangpol Provinsi Jambi, rabu pagi (8/3) kemarin, turun ke Tanjab Timur untuk memberikan pembekalan kepada peserta tim terpadu penanganan dan antisipasi konflik  di Tanjab Timur. Dalam kesempatan itu, hadir mbah Sigit Eko Yuwono (SEY) mewakili Drs H Asnawi AB, Kakan Kesbangpol Provinsi sebagai nara sumber dalam sesi Rakor yang dihadiri seluruh OPD dan Forkopimda di aula pertemuan Kesbangpol Tanjabtim.

Sigit Eko Yuwono (SEY) yang selama ini dipercaya sebagai Kabid Penanganan Konflik di Kesbangpol Provinsi, menjelaskan kepada awak media Timur Ekspres dan eNewsTimE.co, bahwa selama dalam pelaksanaan rakor kemarin, ingin menggali informasi dan melakukan pemetaan terkait isu-isu atau petonsi-potensi yang bisa memicu terjadinya konflik sosial di tengah masyarakat. Hasil rakor ini nantinya akan dipaparkan di Kementerian Dalam Negeri RI pada saat pelaksanaan Rakornas tanggal 15 Maret 2017 mendatang, ungkap Sigit.

Untuk mencegah munculnya gejolak sosial di tengah masyarakat,  Kesbangpol adalah sebagai garda terterdepan yang ditugaskan negara untuk mencari data-data dan fakta kehidupan sosial ditengah masyarakat. Data atau informasi yang didapat selanjutkan akan dilakukan pemetaan sebagai bahan referensi dan kajian antisipasi konflik, ungkap SEY yang selama ini dikenal dihampir semua kalangan media dan LSM/NGO se-Provinsi Jambi.

Selanjutnya SEY menyampaikan, bahwa pelaksanaan Rakor di Kesbangpol Tanjabtim kemarin,  didalam forum akhirnya muncul persoalan baru yang disampaikan oleh peserta rakor dan dianggapnya akan rentan menimbulkan konflik. Seperti apa isu konflik itu. SEY menjelaskan sekilas, yaitu terkait pro kontra penerapan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemdes.

Menurut SEY (Sigit Eko Yuwono) undang-undang nomor 6 Tahun 2014 tersebut masih sangat perlu sekali disosialisasikan di tengah masyarakat, terkhusus untuk masyarakat di pedesaan. Persoalanya, produk undang-undang tersebut, menurut masyarakat dianggapnya beberapa pasal bertentangan dengan kehidupan sosial dan adat istiadat atau kearifan lokal. Bahwa didalam salah satu pasal disebutkan untuk seseorang Kadus atau pimpinan desa minimal harus berpendidikan SLTA, jelasnya.

Masyarakat sepertinya belum bisa menerima produk undang-undang tersebut, karena alasan mereka tidak lagi menghargai peran tokoh-tokoh adat, pemuka masyarakat yang notabene bisa dijadikan pemimpin di desanya. “Ini persoalan, dan ini tidak menutup kemungkinan akan memicu konflik, dan ini perlu diakomodir dan juga sebagai rekomendasi untuk disampaikan saat Rakornas di Jakarta,” tutur SEY.

SEY juga mengakui, bahwa tingkat kondusifitas wilayah kabupaten Tanjab Timur termasuk aman. Tetapi menurutnya, suasana aman ini tidak menutup kemungkinan akan muncul gejolak-gejolak baru di tengah masyarakat. “Inilah perlunya dilakukan pemetaan kehidupan sosial di tengah masyarakat sebagai langkah antisipasi,” kata SEY.                                      


Penulis: NURDIN MANESSA
Editor: NURDIN MANESSA

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement