Aliansi Bersama Desak Izin PT. EWF Dicabut

Unjuk Rasa ke Kantor BPN Tanjabtim, Ajukan Lima Tuntutan


Kamis, 13 Februari 2020 | 21:58:19 WIB



Para Petani saat unjuk rasa di Kantor BPN Kabupaten Tanjabtim
Para Petani saat unjuk rasa di Kantor BPN Kabupaten Tanjabtim AKHMAD/NT

MUARASABAK, eNewsTimE.co - Aliansi Bersama yang terdiri dari PPJ, WALHI, KPA dan FORKUM mengelar unjuk rasa di Kantor Badan Pentanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Kamis (13/02/2020). Aliansi itu menyampaikan Lima tuntutan. 

Demonstrasi yang digelar Aliansi Bersama tersebut dipicu atas ditetapkannya Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Tumpuan Masyarakat Penyalur Aspirasi (LSM Tumpas) dan juga sebagai pengurus Persatuan Petani Jambi (PPJ), Thawaf Aly sebagai tersangka dengan Pasal 55 huruf a jo Pasal 107 huruf a UU nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, yang diketahui telah melakukan Reklaiming pada Januari 2019 lalu.

Kordinator Lapangan, Irmansyah menyatakan, aksi ini dilaksananak guna menuntut keadilan untuk masyarakat, khususnya petani. ‘’Thawaf Aly dikuasakan oleh warga untuk mengurus lahan mereka dengan lahan seluas 70 hektar yang telah dikuasai oleh PT. Erasakti Wira Forestana (EWF) di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Anehnya, Thawaf Aly ditersangkakan dengan nomor SPDP/40.1/X/2019/Reskrim untuk dimulai penyidikan sebagai tersangka. Disangkakan dengan Pasal 55 huruf a jo Pasal 107 huruf a UU nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, yang diketahui telah melakukan Reklaiming pada bulan Januari 2019,’’ tuturnya.

Dengan ketidakadilan itu, Aliansi Bersama mendesak segera mencabut izin HGU PT. EWF di Desa Merbau, Kecamatan Mendahara. Lalu cabut status tersangka atau terdakwa Aktivis Agraria Thawaf Aly. Kemudian hentikan kriminalisasi Aktivis Agraria dan Petani. Lalu cabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. Bumi Borneo Sentosa (BBS) di Desa Pangkal Duri Kecamatan Mendahara. Dan evaluasi izin perkebunan di Kabupaten Tanjabtim dan laksanakan Reforma Agraria Sejati,’’ pintanya.

Irmansyah menceritakan, awal mulanya lahan masyarakat Desa Merbau digarap oleh PT. Sawit Mas Perkasa (SMP) seluas 1.200 hektar dengan pola kemitraan. Dengan kesepakatan kayu milik perusahaan dan perusahaan akan menanam sawit di lahan masyarakat. Pada tahun 2006 terbit Keputusan Bupati nomor 389 tahun 2006 tertangggal 16 Mei 2006 sampai 2009 tentang Kemitraan Petani Kebun Sawit Plasma dan Keputusan Bupati tentang pemberian izin lokasi kepada PT. SMP di wilayah Desa Merbau, namun kemitraan dan izin lokasi yang berlaku selama 3 tahun tersebut tidak kunjung terealisasi hinggga habis masa berlaku. ‘’Pada 5 Maret 2012 telah dilakukan pelepasan hak tanah oleh masyarakat kepada PT. SMP seluas 406 hektar. Namun sebanyak 47 Kepala Keluarga dengan luasan lahan 70 hektar dari 406 hektar tersebut, tidak sepakat menjual tanah mereka,’’ bebernya. 

Pada 22 Juni 2013, lanjutnya, melalui Tim Penyelaian Sengketa Lahan telah menetapkan lahan seluas 406 hektar secara sah milik masyarakat Desa Merbau, yang telah dibuktikan secara yuridis oleh tim penyelesaian sengketa. Selanjutnya lahan yang telah diputuskan secara sah milik masyarakat Desa Merbau, ternyata lahan tersebut telah digarap oleh PT. EWF dengan dalih telah membayar ganti rugi kepada masyarakat yang dilakukan di Balai Desa pada 22 Juni 2013. ‘’45 orang tersebut sampai saat ini tidak pernah menjual lahannya kepada pihak PT. EWF,’’ bebernya.

Dalam proses itu, kuat dugaan telah terjadi kejanggalan seperti pemalsuan data warga yang dilakukan oleh pihak Desa bersama PT. EWF.  Maka atas dasar masalah ini, warga memberikan surat kuasa kepada Thawaf Aly sebagai pimpinan LSM Tumpas dan juga sebagai pengurus PPJ untuk mengambil kembali hak mereka. Pada 9 Mei 2018 Thawaf Aly membuat surat pengaduan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tanjabtim untuk meminta dimediasi permasalahan masyarakat Desa Merbau dengan perusahaan PT. EWF dan meminta agar sertifikat HGU perusahaan tidak diproses sebelum ada penyelesaian. ‘’Pada tanggal 04 Juli 2018 dan 06 Agustus 2018 telah dilakukan mediasi antara kedua belah pihak di Kantor BPN Tanjabtim, namun saat itu belum menemukan kesepakatan. Hasil notulen tim mediasi meminta kedua belah pihak menempuh jalur hukum,’’ paparnya. 

Yang mengherankan, lanjutnya lagi, tertanggal 16 Oktober 2019 Thawaf Aly mendapatkan kiriman surat dari Polres Tanjabtim dengan nomor SPDP/40.1/X/2019/Reskrim untuk dimulai penyidikan sebagai tersangka. ‘’Dalam proses penyidikan saudara Thawaf Aly dijadikan tersangka, barulah diketahui dari penyidikit bahwa Sertifikat HGU PT. EWF telah terbit dengan nomor 00039 dan 00041 masing-masing diterbitkan ada tanggal 30 Juli 2018, ada apa?,’’ tandasnya.


Penulis: AKHMAD. SF
Editor: BENI MURDANI
Sumber: eNewsTimE.co

Tagar:

# MUARASABAK

Advertisement