PENGHORMATAN atas Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hal terpenting dalam hidup dan kehidupan dewasa ini, apalagi di tengah persoalan bangsa akhir-akhir ini yang selalu diwarnai dengan pembicaraan terkait HAM. Keberadaan HAM yang sangat universal dan tidak terbatas subjek menjadi point penting kehadiran insan manusia di muka bumi. Agaknya tidaklah berlebihan jikalau ada yang pernah berpendapat bahwa HAM merupakan kekayaan terakhir yang dimiliki manusia jika tidak satupun hak atas materi yang dimiliki oleh seorang manusia di muka bumi ini.
Penyandang cacat (yang dalam tulisan ini digunakan istilah penyandang disabilitas) tentunya tidak dapat dipisahkan dari HAM, salah satunya adalah hak untuk bekerja. Sebagai suatu bagian dari HAM tentunya perlu pengaturan dan penghormatan atas hak-hak tersebut.
Hak-Hak Penyandang Disabilitas Dilindungi Negara
Pasca diratifikasinya The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD) atau Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang dalam hal ini konvensi tersebut disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sidang ke-61 tanggal 13 Desember 2006. Konvensi tersebut diratifkasi dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Untuk memenuhi hak-hak sebagaimana dimaksud tersebut, maka disahkanlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal hak-hak yang melekat kepada Penyandang Disabilitas dengan beberapa konsep yang dimuat di dalam konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas. Patut diakui persoalan hak-hak penyandang disabilitas sebelumnya sudah pernah diatur melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, namun undang-undang tersebut dipandang tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas saat ini. Sudah barang tentu sebagai suatu perintah Peraturan Perundang-undangan maka hak-hak tersebut wajib dihormati dan dilindungi. Apalagi menelisik lebih jauh di dalam konstitusi bahwa HAM merupakan hal yang wajib dihormati dan dijamin dengan batasan-batasan yang diatur oleh Undang-Undang sebagaimana pengaturan Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945.
Hak Bekerja Penyandang Disabilitas
Merujuk kepada ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas diatur bahwa “Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”. Terhadap penyandang disabilitas tersebut diberikan hak atas kesamaan kesempatan, salah satunya adalah terhadap hak untuk bekerja.
Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. Merujuk kepada ketentuan Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945, seluruh warga Negara mendapat hak yang sama dalam hal hak untuk bekerja secara konstitusional. Namun sebagaimana diuraikan sebelumnya, hak-hak konstitusional tersebut tetap tunduk kepada batasan-batasan yang diatur oleh undang-undang.
Jika dilihat, pada Pasal 5 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, salah satu hak penyandang disabilitas adalah hak atas pekerjaan. Setidaknya, ada 8 Hak-hak sehubungan dengan hak bekerja penyandang disabilitas, yakni: memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa Diskriminasi; memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan Penyandang Disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama; memperoleh Akomodasi yang Layak dalam pekerjaan; tidak diberhentikan karena alasan disabilitas; mendapatkan program kembali bekerja; penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat; memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta, pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.
Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sendiri tidak dapat dilepaskan dari kewajiban dari penjaminan atas hak bekerja bagi penyandang disabilitas. Dalam hal ini Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas.
Bahkan lebih jauh dari pada itu, porsi untuk penyandang disabilitas dalam rekrutmen kerja wajib untuk dialokasikan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Pemenuhan Hak Bekerja dan Penghormatan HAM
Berbicara tentang HAM dalam konteks Negara hukum tidak dapat dipisahkan dari aspek regulating, penerapan, dan monitoring. Keberadaan penghormatan terhadap HAM harus dapat terjamin terlaksana 3 (tiga) hal tersebut secara berkesinambungan. Konsep pengaturan hak-hak asasi manusia dalam konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan sudah barang tentu menjadi hal yang sangat penting untuk menjamin jelasnya ruang lingkup, batasan, hak dan kewajiban terhadap HAM itu sendiri. Tentunya berbicara regulasi lebih penting lagi adalah bagaimana pemenuhan atas HAM tersebut secara factual, dan dalam hal ini sangat dibutuhkan pengawasan ekstra guna menjamin pemenuhan HAM tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemenuhan hak bekerja bagi penyandang disabilitas tersebut merupakan hal yang wajib untuk dipenuhi sebagai perwujudan terhadap pemenuhan HAM bagi warga Negara. Namun sudah barang tentu menelisik kepada realita tidak sedikit solusi terhadap penyandang disabilitas tidak kunjung mencapai titik temu. Dan bahkan tidak jarang Penyandang Disabilitas “dipandang” sebagian orang seolah sebagai warga Negara kelas dua. Tentunya dalam hal ini Penyandang Disabilitas bukan harus diperlakukan secara khusus, namun wajib untuk diperlakukan dan mendapatkan kesempatan “sama” atas pekerjaan dengan tetap tunduk kepada batasan undang-undang.
Terlepas dari konsepnyaa diistimewakan ataupun disetarakan, yang pasti berbicara HAM tidak dapat dilepaskan dan dipisahkan terhadap penghormatan. Sudah barang tentu jika terjadi pengingkaran atas HAM terutama terhadap hak bekerja penyandang disabilitas, maka dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran HAM terhadap hak bekerja penyandang disabilitas yang pada dasarnya wajib untuk dihormati dan dipenuhi. Namun, di sisi lain, sudah barang tentu pemerintah dan pemerintah daerah wajib mensosialisasikan semangat bekerja kepada penyandang disabilitas untuk memberi motivasi kepada penyandang disabilitas. Selain itu sosialisasi terhadap hak bekerja penyandang disabilitas harus dilakukan secara maksimal dan menyeluruh, hal ini dikarenakan patut diakui bahwa hak-hak bekerja penyandang disabilitas khususnya hak bekerja belum diketahui secara menyeluruh baik oleh masyarakat secara umum ataupun penyandang disabilitas khususnya. Sehingga fungsi edukasi hukum ini membuat pemahaman dan kesadaran atas hak tersebut dapat berjalan berkesinambungan.
*Penulis adalah Staf Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Jambi.
Tanah Gambut Bukan Ciptaan Tuhan, Dulu Terlantar, Sekarang Digarap
Menanggapi Program 100 Hari Kerja Bupati Terpilih Dillah Tanjab Timur Menjelang Pelantikan