Di Jambi, Asap Mulai Mengganggu Penerbangan



Minggu, 05 Februari 2017 | 18:05:00 WIB



KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Kebakaran meluas sekitar 50 hektar di lahan gambut masyarakat yang berbatasan dengan kebun sawit PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi, di Desa Koto Kandis, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Selasa (2/6).
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Kebakaran meluas sekitar 50 hektar di lahan gambut masyarakat yang berbatasan dengan kebun sawit PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi, di Desa Koto Kandis, Kecamatan Dendang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, Selasa (2/6). KOMPAS.COM

Advertisement


Advertisement

JAMBI, KOMPAS — Asap kebakaran lahan mulai mengganggu penerbangan di Jambi. Selasa (30/6) pagi, dua penerbangan gagal mendarat di Bandara Sultan Thaha, Kota Jambi, akibat jarak pandang sangat pendek.

Dua pesawat yang sedianya tiba di Jambi sekitar pukul 07.00, yaitu Garuda Indonesia dan Nam Air dari Jakarta, tidak dapat mendarat karena jarak pandang hanya 300 meter, atau jauh di bawah batas aman untuk penerbangan, yaitu 2.000 meter.

"Garuda akhirnya dialihkan pendaratannya sementara ke Palembang, sedangkan Nam Air kembali ke Jakarta," ujar Gurit Setiawan, Manajer Operasional Bandara Sultan Thaha.

Jarak pandang baru membaik menjadi 900 meter pada pukul 08.00 dan kembali normal menjelang pukul 09.00.

Kepala Seksi Pengolahan Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jambi Kurnianingsih mengatakan, kabut asap terjadi akibat menyebarnya partikel abu kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Jambi. Api berpotensi tumbuh lebih besar pada pekan ini seiring peningkatan temperatur dan menurunnya kelembaban udara. Masyarakat diimbau tidak membakar lahan di musim kemarau ini.

Waspada kabut asap

Di Kalimantan, meskipun kabut asap yang dianggap membahayakan kesehatan dan mengganggu jarak pandang belum terdeteksi, jajaran Manggala Agni di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara tetap waspada. Pengalaman tahun lalu ketika mendapat kabut asap "kiriman" menjadi pelajaran berharga.

HM Faisal, Kepala Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Daerah Operasi Kabupaten Paser Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, yang membawahkan Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara), mengatakan, belum terpantaunya kabut asap bukan berarti itu tidak akan terjadi. Sejumlah antisipasi telah dilakukan.

"Sosialisasi ke warga terus dilakukan, bahkan juga disuarakan sampai ke masjid-masjid. Intinya, masyarakat juga mesti waspada ketika misalnya melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Jangan sampai, ketika tidak ada kabut asap kiriman, malah membuat kabut asap sendiri," tutur Faisal, Selasa (30/6) pagi.

September 2014, kabut asap kiriman dari Kalteng terbawa sampai ke beberapa daerah di Kaltim, seperti Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Kutai Barat. Kabut asap dari kebakaran lahan juga sempat dilaporkan terjadi di Kabupaten Berau. Kabupaten Mahakam Ulu yang asapnya paling tebal karena letaknya paling dekat dengan Kalteng.

Sepanjang tahun 2015, terpantau 257 titik panas di 15 kabupaten di Kaltim dan Kaltara. Pada Juni, terpantau 16 titik yang merupakan jumlah paling kecil sepanjang Januari-Juni. Namun, ini bukan diartikan titik panas akan terus berkurang.

Sistem perladangan berpindah masyarakat masih ada. Selain itu, cuaca yang kering juga bisa memicu kebakaran lahan. Kota Tarakan, Kaltara, misalnya, menurut Faisal, sempat terpantau hampir sebulan tidak diguyur hujan. Untunglah, secara umum, hujan masih banyak mengguyur.

"Intensitas hujan cukup tinggi di beberapa wilayah, demikian juga prediksi ke depan. Ini bisa cukup meredam. Adanya hujan membuat titik panas yang terjadi bisa segera padam sebelum meluas dan menimbulkan kabut asap yang membahayakan," tutur Faisal.


Sumber: KOMPAS.COM

Tagar:


Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement